Asas legalitas tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP bunyinya “tiada suatu perbuatan (feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya”.
Asas ini terbagi dalam tiga hal, yaitu :
1. Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan undang- undang)
2. Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa kejahatan)
3. Nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang).
Asas legalitas yang tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan di dalam bahasa latin : “nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang artinya : “tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya” menurut hazewinkel-suringa, jika suatu perbuatan (feit) yang mencocoki rumusan delik yang dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang bersangkutan, maka bukan saja hal itu tidak dapat dituntut tetapi untuk orang yang bersangkutan sama sekali tidak dapat di pidana. Hal ini berarti asas legalitas mengandung konsekuensi larangan pemberlakuan surut (non retroaktif) suatu peraturan pidana.
Dalam perkembangannya, asas ini ternyata disimpangi terutama terhadap kejahatan yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pemberlakuan surut Perpu No. 2 Tahun 2002/UU No. 16 Tahun 2003 menutup kemungkinan dibuatnya peraturan pidana lain yang berlaku surut. Ketentuan tentang berlaku surut (retroaktif) di