Selasa, 02 Juni 2009

makalah keamanan dalam konteks kepolisian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat memiliki dampak yang positif – berupa meningkatnya kualitas hidup, tercapainya tujuan kemasyarakatan dan kemanusiaan – dan dampak negatif – berupa munculnya kejahatan yang mengancam kehidupan kemasyarakatan dan kemanusiaan. Meski demikian tidak semua perkembangan masyarakat memiliki dampak negatif. Ini bukan logika biner. Tak dapat ditentukan secara pasti bahwa perubahan masyarakat itu akan menimbulkan kejahatan sebagaimana ditetapkan dalam Forth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offender ataupun sebaliknya perubahan masyarakat mencegah terjadinya kejahatan, akan tetapi Konggres PBB tersebut mengakui bahwa beberapa aspek penting dari perkembangan masyarakat dianggap potensial sebagai kriminogen, artinya mempunyai kemungkinan untuk menimbulkan kejahatan. Aspek-aspek ini adalah urbanisasi, industrialisasi, pertambahan penduduk, perpindahan penduduk setempat, mobilitas sosial dan perubahan teknologi.
Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur dan baradab berdasarkan pancasila dan uud 45. pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh polri sebagai alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM
Peran polisi sangat penting dalam memberikan pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat melalui fungsi-fungsi berikut : fungsi deteksi, fungsi preventif, fungsi represif dan fungsi rehabilitasi.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka saya tertarik untuk membuat karya tulis dengan judul “praktik keamanan dalam konteks kepolisian”.




B. Tinjauan Penulisan
a. tujuan umum
untuk memberikan saran-saran yang komprehensif tentang permasalahan kemanan dan ketertiban masyarakat
b. tinjauan khusus
dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. menyusun pengkajian tentang keamanan dan ketertiban masyarakat
b. menganalisa permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat
c. merumuskan tujuan kepolisian
d. merencanakan intervensi atau tindakan kepolisian untuk menanggulangi permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat
e. menentukan evaluasi
f. melakukan dokumentasi
C. Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ini, saya membatasi bahan materi mengenai konsep dasar/tinjauan teori tentang keamanan dan ketertiban masyarakat.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menggunakan metode studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh materi dan mempelajari buku-buku referensi dan informasi dari media elektronik (internet) yang terkait dengan permasalahn keamanan dan ketertiban masyarakat.
E. Sistematika Penulisan
Pada penyusunan makalah ini, adapun sistematis penulisan ini terdiri dari 4 Bab yang tersusun secara sistematika yaitu: bab I (Pendahuluan, yang berisi ; latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan, sistematika penulisan ), bab II (permasalahn), bab III (pembahasan), dan bab IV ( penutup, berisi ; kesimpulan dan saran ).







BAB II
PERMASALAHAN

Pudarnya rasa aman masyarakat. Gangguan keamanan dan tindak kejahatan konvensional secara umum masih dalam tingkat terkendali akan tetapi terdapat perkembangan variasi kejahatan dengan kekerasan yang cukup meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat. Berkembang pesatnya kejahatan kerah putih yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh penegak hukum turut memancing perasaan ketidakadilan di masyarakat yang pada akhirnya melemahkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan secara keseluruhan.
Turunnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum. Kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum merupakan tantangan dalam menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat. Perbedaan pemahaman terhadap keanekaragaman budaya, kondisi sosial, kesenjangan kesejahteraan, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, serta kepadatan penduduk merupakan faktor korelatif kriminogen dan police hazard yang apabila tidak dibina dan dikelola secara baik dapat mendorong munculnya kejahatan konvensional. Faktor korelatif kriminogen dan police hazard ini hanya dapat diredam oleh sikap, perilaku dan tindakan masyarakat yang patuh dan disiplin terhadap hukum.
Meningkatnya kejahatan transnasional. Globalisasi dan diberlakukannya pasar bebas akan meningkatkan mobilitas penduduk baik inter maupun antar negara. Sementara itu, perkembangan organisasi kejahatan internasional yang didukung perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta teknologi persenjataan, menyebabkan kejahatan transnasional seperti, penyelundupan, narkotika, pencucian uang dan sebagainya mewarnai kondisi keamanan dalam negeri. Penanganan kejahatan transnasional tersebut memerlukan efektifitas deteksi dini, fungsi intelijen, jaringan kerjasama internasional, dan pengungkapan kasus yang pada akhirnya peningkatan profesionalisme lembaga terkait termasuk kepolisian.
Kriminalitas belum tertangani secara optimal. Kriminalitas merupakan ancaman nyata bagi terciptanya masyarakat yang aman dan tenteram. Makin maraknya penyelundupan, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penggelapan, serta penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak adalah indikasi belum tertanganinya secara serius masalah kriminalitas. Kembali meningkatnya indeks kriminalitas dari 86 pada tahun 2002 menjadi 99 pada tahun 2003 harus diwaspadai dan diantisipasi oleh aparat keamanan dalam meningkatkan kinerjanya agar dapat memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat. Lebih lanjut, penyelesaian kasus kriminalitas yang dapat diselesaikan dari tahun 1999 hingga 2003 mengalami stagnasi dengan rata-rata hanya 55,5 persen kasus dapat terselesaikan.
Maraknya peredaran dan penyalagunaan narkoba. Peredaran dan penyalahgunaan narkoba telah menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa dengan adanya lebih dua juta pecandu narkoba yang 90 persennya adalah generasi muda. Dampak dari masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencakup dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan perlikaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.
Belum memadainya personil Polri. Sumberdaya manusia Polri belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh PBB yaitu 1 personil polisi untuk 400 orang penduduk. Rasio jumlah personil Polri dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah 1 berbanding 750, dan hal ini sudah lebih baik dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1 berbanding 900. Dengan kurang memadainya rasio polisi dengan penduduk tersebut, kemampuan Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta memelihara keamanan dalam negeri belum maksimal.
Kurangnya profesionalisme lembaga kepolisian. Untuk mampu menjalankan fungsi kepolisian, diperlukan lembaga kepolisian yang efektif, efisien dan akuntable. Dengan demikian lembaga kepolisian harus memiliki profesionalisme dalam mengintegrasikan aspek struktural (institusi, organisasi, susunan dan kedudukan); aspek instrumental (filosofi, doktrin, kewenangan, kompetensi, kemampuan, fungsi, dan iptek); dan aspek kultural (manajemen sumber daya, manajemen operasional, dan sistem pengamanan di masyarakat). Peningkatan profesionalisme Polri agar dapat menjalankan fungsinya memerlukan penguatan kapasitas yang meliputi budaya kerja, motivasi, pendidikan, dan pelatihan, serta peralatan. Di samping itu, agar masyarakat mampu membina sistem keamanan dan ketertiban di lingkungannya, polisi harus berperan sebagai pembina dan penyelia dalam rangka mendukung terbentuknya mekanisme community policing.
Meningkatnya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut. Luasnya wilayah laut, keanekaragaman sumber daya hayati laut, dan kandungan sumber daya kelautan telah menimbulkan daya tarik pihak asing untuk ikut memanfaatkan secara ilegal sumber daya laut Indonesia ke dalam bentuk illegal fishing dan mining. Meskipun telah disepakati terdapat 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), namun banyaknya pintu masuk ke wilayah perairan nusantara serta masih lemahnya pengawasan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut.
Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum pengelolaan sumber daya kehutanan. Pemanfaatan hutan yang berlebihan untuk kepentingan jangka pendek telah mengakibatkan deforestasi berlebihan yang diperparah oleh adanya perilaku tebang berlebih (over cutting), pembalakan liar (illeggal logging), dan penyelundupan kayu antar daerah hingga ke luar negeri (illegal trading). Terjadinya permasalahan tersebut diantaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dalam praktik pengelolaan sumber daya kehutanan.
Sasaran dari peningkatan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas adalah sebagai berikut:
1. Menurunnya kriminalitas untuk menciptakan rasa aman masyarakat;
2. Meningkatnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum;
3. Tertanggulanginya kejahatan transnasional;
4. Menurunnya peredaran dan penyalahgunaan Narkoba;
5. Meningkatnya kinerja POLRI;
6. Menurunnya kejahatan dan pelanggaran hukum di lautan serta penyelundupan lintas batas;
7. Membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya kehutanan dalam memberantas illegal logging, over cutting, dan illegal trading.
Sasaran tersebut dicapai dengan arah kebijakan meningkatkan peran serta masyarakat dan meningkatkan profesionalisme institusi yang terkait dengan masalah keamanan dalam rangka terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan yang akan ditempuh sebagai berikut.
1. Meningkatkan kapasitas institusi penyidik dan penyelidikan disertai dengan intensifikasi upaya pencegahan dan pengungkapan kasus kejahatan konvensional termasuk bentuk-bentuk baru kejahatan beserta kejahatan kerah putih.
2. Teladan praktek penegakan hukum non-diskriminatif yang dapat memancing rasa kepercayaan masyarakat untuk mematuhi hukum dan membangun community policing (pemolisian masyarakat) untuk mendekatkan polisi dengan masyarakat agar terbina kerjasama dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
3. Meningkatkan kemampuan mencegah, menangkal dan menindak kejahatan transnasional melalui deteksi dini dan interdiksi darat, laut maupun udara serta kerjasama internasional.
4. Melakukan upaya sinergis komprehensif dalam menyeimbangkan dan memadukan pengurangan pemasokan dan pengurangan permintaan narkoba.
5. Meningkatkan profesionalisme Polri melalui pembinaan kinerja Polri dengan meningkatkan kompetensi pelayanan inti, manajemen operasional, pengembangan sumber daya organisasi dan manajemen perilaku serta pemantapan struktur organisasi kepolisian
6. Membina keamanan laut guna mencegah, menangkal dan menindak pelanggaran pemanfaatan sumber daya kelautan secara illegal baik oleh pihak dalam negeri maupun pihak luar negeri
7. Mencegah dan menindak pelaku praktek usaha kehutanan yang menyalahi peratuan dan perundangan yang berlaku, baik di hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi.



BAB III
PEMBAHASAN

A. Polisi dan profesionalisme
Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan polisi. Dalam sebuah masyarakat lokal yang hidup di daerah terpencil dengan pranata adatnya, mereka mampu mengatur keteraturan sosial sendiri, dan tidak memerlukan polisi. Tetapi pada masyarakat yang kompleks (pedesaan maupun kota) dimana pranata adat tidak fungsional lagi, maka untuk mengatur keteraturan sosial diperlukan institusi kepolisian untuk menangani dan mengatasi berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masalah keamanan (Suparlan 1999).
Fungsi polisi dalam struktural kehidupan masyarakat sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum, mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bachtiar, 1994). Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban/gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut (Suparlan : 1999).
Untuk mewujudkan rasa aman itu, mustahil dapat dilakukan oleh polisi saja, mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara pemolisian yang konvensional dengan melibatkan birokrasi yang rumit, dan mustahil terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.
Untuk mencapai pemolisian yang efektif diperlukan petugas kepolisian yang profesional. Profesionalisme Polri dapat dijelaskan dari kata profesi: bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu, yaitu ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya.
Profesionalisme merupakan kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri mutu dari orang yang profesional. Profesionalisme Polri adalah sikap, cara berpikir, tindakan, dan perilku pelaksanaan pemolisiannya dilandasi ilmu kepolisian, yang diabdikan pada kemanusiaan atau melindungi harkat dan martabat manusia sebagai aset utama bangsa dalam wujud terpeliharanya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat, dan keberhasilannya adalah manakala tidak terjadi gangguan kemanan dan ketertiban serta tercipta atau terpeliharanya keteraturan sosial. Disamping itu, pemolisiannya harus dapat diterima dan mendapat dukungan masyarakat.
Pemolisian yang sekarang ini dikembangkan dalam negara-negara yang modern dan demokratis adalah pendekatan proaktif-pemecahan masalah (problem solving), yang lebih mengedepankan pencegahan kejahatan (crime prevention).
Dalam pemolisiannya, Polri berupaya meninggalkan gaya militeristik yang diganti dengan pemolisian yang sesuai dengan fungsi polisi sebagai kekuatan sipil yang diberi kewenangan untuk menjadi pengayom masyarakat, penegak hukum, dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan demikian pemolisian yang diterapkan dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima atau cocok dengan masyarakatnya sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya, berorientasi pada masyarakat, dan untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi.

B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan dalam Peningkatan Keamanan, Ketertiban dan Penanggulangan Kriminalitas dijabarkan ke dalam program pembangunan sebagai berikut.
1. PROGRAM PENGEMBANGAN PENYELIDIKAN, PENGAMANAN DAN PENGGALANGAN KEAMANAN NEGARA

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme intelijen guna lebih peka, tajam dan antisipatif dalam mendeteksi dan mengeliminir berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan nasional dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan menanggulangi krimintalitas.

Kegiatan pokok yang dilakukan adalah:
1. Operasi intelijen dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan menanggulangi kriminalitas;
2. Koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan menanggulangi krimintalitas;
3. Pengkajian, analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan menanggulangi krimintalitas; serta
4. Pengadaan sarana dan prasarana operasional intelijen di pusat dan daerah

2. PROGRAM PENGEMBANGAN PENGAMANAN RAHASIA NEGARA

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pengamanan berita rahasia negara guna mendukung terselenggaranya pembangunan nasional dalam hal peningkatan keamanan.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Penyusunan piranti lunak sistem pengamanan rahasia negara;
2. Pengadaan alat laboratorium, perekayasaan perangkat lunak persandian, perekayasaan peralatan sandi, penelitian penguasaan teknologi, penelitian peralatan sandi;
3. Pembangunan gedung pendidikan dan pelatihan serta sarana dan prasarana gedung perkantoran;
4. Pengadaan peralatan sandi dalam rangka pembangunan jaringan komunikasi sandi; serta
5. Penyelenggaraan kegiatan operasional persandian.

3. PROGRAM PENGEMBANGAN SDM KEPOLISIAN
Program ini ditujukan untuk mengembangkan SDM yang memadai dan mencukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam rangka menciptakan lembaga kepolisian yang profesional.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Pemeliharaan kesiapan personil Polri, berupa perawatan kemampuan dan pembinaan personil;
2. Pengembangan kekuatan personil melalui rekruitmen anggota Polri dan PNS; serta
3. Pengembangan kemampuan Polri melalui penyelenggaraan pendidikan pengembangan, kejuruan, spesialisasi fungsi kepolisian.


4. PROGRAM PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA KEPOLISIAN

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Penataan kelembagaan Polri;
2. Pembangunan materiil dan fasilitas Polri melalui pembangunan fasilitas yang mendukung tugas operasional; serta
3. Pemberdayaan prasarana dan sarana Polri untuk mendukung tugas-tugas kepolisian.

5. PROGRAM PENGEMBANGAN STRATEGI KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Program ini ditujukan untuk mengembangkan langkah-langkah strategis guna mencegah suatu ancaman menjadi kenyataan.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Pengkajian potensi konflik;
2. Pengkajian sistem keamanan;
3. Penyusunan Grand Strategy beserta cetak biru pembangunan pengelolaan keamanan;
4. Penyusunan manajemen asset peralatan khusus (alsus) keamanan;
5. Pengembangan sistem, berupa pembinaan sistem dan metode dalam rangka mendukung tugas pokok organisasi/satuan serta pengembangan sistem informatika pengelolaan keamanan; serta
6. Penggiatan fungsi yang meliputi dukungan kebutuhan sesuai fungsi organisasi, teknik, tata kerja, tenaga manusia dan peralatan.

6. PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KEAMANAN

Program ini ditujukan untuk mendekatkan polisi dengan masyarakat agar masyarakat terdorong bekerjasama dengan kepolisian melalui pembinaan kepada masyarakat dalam membantu tugas pokok kepolisian untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelompok masyarakat anti kejahatan;
2. Pemberdayaan pengamanan swakarsa; serta
3. Pemberian bimbingan dan penyuluhan keamanan.

7. PROGRAM PEMELIHARAAN KAMTIBMAS

Program ini ditujukan untuk mewujudkan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat yang mampu melindungi seluruh warga masyarakat Indonesia dari gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Peningkatan kualitas pelayanan kepolisian;
2. Pembimbingan, pengayoman, dan perlindungan masyarakat;
3. Pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi;
4. Penyelamatan masyarakat dengan memberikan bantuan/ pertolongan dan evakuasi terhadap pengungsi serta korban;
5. Pemulihan keamanan melalui pemulihan darurat polisionil, penyelenggaraan operasi kepolisian serta pemulihan daerah konflik vertikal maupun horizontal;
6. Pengamanan daerah perbatasan Indonesia dengan mengupayakan keamanan lintas batas di wilayah perbatasan negara, dan mengupayakan keamanan di wilayah pulau-pulau terluar perbatasan negara;
7. Penyelenggaraan Kerjasama bantuan TNI ke Polri;
8. Penyelenggaraan Kerjasama dengan Pemda/instansi terkait; serta
9. Penyelenggaraan Kerjasama bilateral/multilateral dalam pencegahan kejahatan maupun kerjasama teknik serta pendidikan dan pelatihan.

8. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Program ini ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia terbebas dari narkoba.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Peningkatan kualitas penegakan hukum di bidang narkoba;
2. Peningkatan pendayagunaan potensi dan kemampuan masyarakat;
3. Peningkatan pelayanan terapi dan rehabilitasi kepada penyalahguna (korban) narkoba;
4. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi;
5. Upaya dukungan koordinasi, kualitas kemampuan sumberdaya manusia, administrasi, anggaran, sarana dan prasarana;
6. Pembangunan sistem dan model perencanaan dan pengembangan partisipasi pemuda dalam pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba sebagai pedoman penanganan narkoba di seluruh Indonesia; serta
7. Penyelenggaraan kampanye nasional dan sosialisasi anti narkoba.

9. PROGRAM PEMANTAPAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia terutama di daerah rawan seperti wilayah laut Indonesia, wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi aman wilayah Indonesia antara lain untuk mencegah dan menanggulangi illegal fishing dan illegal mining, serta kejahatan dan pelanggaran hukum di laut, serta kejahatan dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan sumber daya kehutanan.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Penegakan hukum di perbatasan laut, udara dan darat, pelaksanaan pengamanan VVIP, serta obyek vital nasional;
2. Operasi keamanan laut dan penegakan hukum di dalam wilayah laut Indonesia;
3. Penangkapan dan pemrosesan secara hukum pelaku illegal fishing dan illlegal mining; serta pelanggar hukum di wilayah yuridiksi laut Indonesia;
4. Peningkatan kapasitas maupun aspek kelembagaan institusi penegak keamanan di laut;
5. Pengembangan sistem operasi dan prosedur pengelolaan keamanan di laut;
6. Penggiatan upaya pengawasan dan pengamanan laut terpadu berbasis masyarakat dan aparatur;
7. Penggiatan Merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi kewenangan;
8. Penggiatan pengamanan hutan berbasis sumber daya masyarakat;
9. Intensifikasi upaya monitoring berasama aparatur dan masyarakat terhadap kawasan hutan; serta
10. Penegakan UU dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum di sektor kehutanan.




BAB IV
PENUTUP
A. SARAN
Dalam rangka usaha untuk mewujudkan profesionalisme melalui filosofi Polmas, maka oleh pimpinan Polri dipromosikan 10 (sepuluh) prinsip sebagai hal yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas, yaitu :
1. Memberikan kontribusi kearah kesejajaran dan persaudaraan dalam menghadapi masalah-masalah kemanusiaan.
2. Membantu mempertemukan kebebasan dengan keamanan dan mempertahankan tegaknya hukum
3. Menjunjung martabat manusia dengan mempertahankan danmenjaga hak asasi manusia serta mengejar kebahagiaan.
4. Membangun keteraturan social dengan menunjukkan polisi bukan sosok yang menakutkan dan jauh dengan masyarakatnya.
5. Memberikan kontribusi ke arah tercipta dan terpeliharanya kepercayaan di dalam masyarakat.
6. Memperkuat keamanan jiwa dan harta benda, serta rasa aman bagi setiap orang.
7. Menyelidiki mendeteksi dan melaksanakan penyidikan/penuntutan atas tidakan kekerasan sesuai hukum. Polisi harus dapat memberikan jaminan dan perlindungan HAM.
8. Menciptakan keamanan dan kebebasan berlalu lintas di jalanan seperti di jalan raya, jalan kampong dan tempat-tempat yang terbuka untuk umum.
9. Mencegah terjadinya kekacauan, di mana polisi lebih mengutamakan tindakan preventif yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang pada masa aman.
10. Menangani krisis besar maupun kecil dan membantu serta memberikan saran kepada mereka yang mengalami musibah, jika perlu dengan menggerakkan instansi lain.

B. Kesimpulan
Dari berbagai hal yang telah diuraikan diatas, maka pengawasan internal dan eksternal yang melibatkan seluruh stake holder Polri, merupakan hal yang mutlak. Karena pada dasarnya keinginan untuk membuat Polri lebih professional dalam alam demokratis dan penghargaan terhadap HAM, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat adalah hal yang sudah diketahui bersama, disadari bersama dan perwujudannya merupakan kewajiban bersama. Mengapa kewajiban bersama ? Karena bagaimana Masyarakatnya begitulah Polisinya; Police also the shadow of the society; Police is the parts of the society.
Dalam konteks ini seyogianya berbagai desk untuk memajukan Polri dalam demokratisasi dan HAM senantiasa perlu dipelihara agar tujuan masyarakat yang menginginkan keamanan dan ketertiban masyarakat bisa tercapai.

makalah medula spinalis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).
Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J. Reeves,1999).
Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya laporan inti ini yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. NS Dengan Cidera Medulla Spinalis Bone Loss L2-3 di Ruang Orthopaedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus cidera medulla spinalis bone loss L2-3.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan
d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan
e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa keperawatan
g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
h. Mampu melaksanakan evaluasi
i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan asuhan keperawatan
j. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).
C. Metode Penulisan
Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode studi kasus dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : teknik wawancara, teknik observasi, pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literature yang berhubungan dengan kasus cidera medulla spinalis.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari pengertian, anatomi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi dan asuhan keperawatan yang terkait dengan kasus tersebut.
BAB III : Tinjauan kasus, yang terdiri dari gambaran kasus dan laporan asuhan keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan.
BAB IV : Pembahasan.
BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Lampiran

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
A. KONSEP DASAR
I. ANATOMI FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas)
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak. (lihat gambar A1)
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga.
(Eveltan. C. Pearah, 1997 ; 56 – 62)
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah : dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks.
Untuk terjadinya geraka refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf motorik.
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
II. PENGERTIAN
Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)
Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
III. ETIOLOGI
Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :
- kecelakaan otomobil, industri
- terjatuh, olah-raga, menyelam
- luka tusuk, tembak
- tumor.
IV. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
MANIFESTASI KLINIS
- nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
- paraplegia
- tingkat neurologik
- paralisis sensorik motorik total
- kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
- penurunan keringat dan tonus vasomoto
- penurunan fungsi pernafasan
- gagal nafas
(Diane C. Baughman, 200 : 87)
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
- Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
- Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
- MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
- Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
- Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
- GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
(Marilyn E. Doengoes, 1999 ; 339 – 340)
KOMPLIKASI
- Neurogenik shock.
- Hipoksia.
- Gangguan paru-paru
- Instabilitas spinal
- Orthostatic Hipotensi
- Ileus Paralitik
- Infeksi saluran kemih
- Kontraktur
- Dekubitus
- Inkontinensia blader
- Konstipasi
PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela.
Tindakan Respiratori
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi koluma vertebrata.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.
(Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Cedera Medulla Spinalis
1. Pengkajian
a. Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
c. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
d. Integritas Ego
e. Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
f. Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
g. Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
h. Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
i. Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
j. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
k. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
l. Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
(Marikyn E. Doengoes, 1999 ; 338-339)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alt traksi
(Diane C. Boughman, 2000 : 90)
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola pernapasan, perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan retensi urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak terdapatnya komplikasi.
INTERVENSI
1. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
Rencana Tindakan
a. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret
R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap kemampuan batuk.
b. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)
R/ Menutup jalan nafas.
c. Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur
R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
d. Lakukan suction bila perlu
R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
e. Auskultasi bunyi napas
R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
f. Lakukan latihan nafas
R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
g. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi
R/ Mengencerkan sekret
h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah
R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.
i. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi
R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.
2. Tujuan : Memperbaiki mobilitas
Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas.
Rencana Tindakan
a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.
R/ Mencegah terjadinya dekubitus.
c. Beri papan penahan pada kaki
R/ Mencegah terjadinya foodrop
d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints
R/ Memberikan pancingan yang sesuai.
3. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.
Rencana Tindakan
a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder /bowel.
b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
R/ Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.
e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.
R/ Meningkatkan sirkulasi darah
g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
R/ Mempercepat proses penyembuhan
4. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan seimbang
Rencana tindakan
a. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
b. Kaji intake dan output cairan
R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
c. Lakukan pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
d. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ........
e. Cek bladder pasien setiap 2 jam
R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
f. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
R/ Mengetahui adanya infeksi
g. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
5. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
Rencana tindakan
a. kaji pola eliminasi bowel
R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi
b. b. Berikan diet tinggi serat
R/ Serat meningkatkan konsistensi feses
c. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
R/ Mencegah konstipasi
d. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
e. Hindari penggunaan laktasif oral
R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
f. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik
g. Berikan suppositoria sesuai program
R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
h. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
R/ Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
6. Tujuan : Memberikan rasa nyaman
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman, mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
Rencana tindakan
a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 1-
R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.
c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi, latihan nafas dalam.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
d. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
Evalusi
1. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
2. Klien dapat memperbaiki mobilitas
3. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
4. klien mengalami peningkatan eliminasi urine
5. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
6. Klien menyatakan rasa nyaman
(Marilyn E. Doenges 1999 ; 340 – 358, Diane C Baurghman, 2000 : 91 – 93)

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.
Carpenito, L. T, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Jakarta ; EGC
Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta ; EGC
Luckman, J. and Sorensens R.C. 1993. Medical Surgical Nursing a Psychophysiologic approach, Ed : 4. Philadelphia ; WB, Souders Company.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
Pearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia.

kolitis ulserativa

Kolitis Ulserativa
DEFINISI

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam.

Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.
Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.

Sekitar 10% penderita hanya mendapat satu kali serangan.

Proktitis ulserativa merupakan peradangan dan perlukaan di rektum.
Pada 10-30% penderita, penyakit ini akhirnya menyebar ke usus besar.
Jarang diperlukan pembedahan dan harapan hidupnya baik.

PENYEBAB

Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulserativa.

GEJALA

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit.

Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.

Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang.
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.


KOMPLIKASI

1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi.
Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.
Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh.
Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat.
Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.
Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop.
Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup.

Selasa, 26 Mei 2009

ASAS LEGALITAS

Asas legalitas tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP bunyinya “tiada suatu perbuatan (feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya”.

Asas ini terbagi dalam tiga hal, yaitu :

1. Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan undang- undang)

2. Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa kejahatan)

3. Nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang).

Asas legalitas yang tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan di dalam bahasa latin : “nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang artinya : “tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya” menurut hazewinkel-suringa, jika suatu perbuatan (feit) yang mencocoki rumusan delik yang dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang bersangkutan, maka bukan saja hal itu tidak dapat dituntut tetapi untuk orang yang bersangkutan sama sekali tidak dapat di pidana. Hal ini berarti asas legalitas mengandung konsekuensi larangan pemberlakuan surut (non retroaktif) suatu peraturan pidana.

Dalam perkembangannya, asas ini ternyata disimpangi terutama terhadap kejahatan yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pemberlakuan surut Perpu No. 2 Tahun 2002/UU No. 16 Tahun 2003 menutup kemungkinan dibuatnya peraturan pidana lain yang berlaku surut. Ketentuan tentang berlaku surut (retroaktif) di Indonesia hanya dimungkinkan untuk pelanggaran HAM berat sebagaimana ditentukan dalam UU No. 39 Tahun 1999 jo UU No. 26 Tahun 2000. Persoalan ini menjadi rumit manakala terjadi tindak pidana jenis baru yang menimbulkan banyak korban akan tetapi belum ada peraturan pidana yang mengaturnya. Akankah pembatasan pemberlakuan asas retroaktif itu sedemikian ketat hingga membiarkan korban berjatuhan.

Kamis, 14 Mei 2009

akhmad rapiudin

sorry yaaaah. neh blg baru bikin, nanti isinya nyusul karena lagi nyari bahan-bahannya

oke... see you

Lencana Facebook

Pengikut